Rabu, 08 Juli 2020

Al Allimul Al-Allamah Asy-Syaikh Seman Mulia



Al Allimul Al-Allamah Asy-Syaikh Seman Mulia (atau Syaikh Seman Mulya) adalah seorang ulama besar dari MartapuraKalimantan SelatanIndonesia. Masyarakat Martapura akrab memanggilnya dengan Guru Seman.

Ia mendalami Islam dari salah seorang gurunya yang juga adalah ulama besar Kalimantan saat itu, yakni Guru Kasyful Anwar.


Kisah salah satu ulama Banjar, Tuan Guru Semman Mulia dengan beberapa orang yang bermaksud ingin mencuri ayam di rumah beliau di Kelurahan Keraton, Martapura, Kabupaten Banjar. Belum sempat mencuri, para pencuri dipersilakan masuk ke rumah untuk menikmati ayam yang sudah dimasak.

Al Allimul Al-Allamah Asy-Syaikh Seman Mulia atau Tuan Guri Seman Mulia juga dikenal dengan sebutan Tuan Guru Semman Padang atau Tuan Guru Semman Bujang.

Dia adalah seorang ulama besar dari Martapura, Kalimantan Selatan, Indonesia. Masyarakat Martapura akrab memanggilnya dengan sebutan Tuan Guru Semman Mulia.

Tuan Guru Semman Mulia mendalami ilmu agama Islam dari salah seorang gurunya yang juga adalah ulama besar Kalimantan Selatan, yakni Tuan Guru Kasyful Anwar.

Tuan Guri Semman Mulia adalah paman sekaligus guru dari ulama kharismatik Martapura, Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau biasa dikenal dengan sebutan Guru Sekumpul.

Tuan Guru Semman Mulia mendidik Guru Sekumpul, baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Sekumpul, Tuan Guru Semman Mulia hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepada dia kecuali di sekolah. Tapi ia langsung mengajak dan mengantarkan dia mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kalimantan maupun di Jawa untuk belajar.

Misalnya, ketika ingin mendalami Hadits dan Tafsir, Tuan Guru Semman mengajak (mengantarkan) dia kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani Arif yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir.

Menurut Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Tuan Guri Seman Mulia adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam. Tapi karena kerendahan hati dan tawadhu tidak menampakkannya ke depan khalayak.
Kedekatan paman dan kemenakan ini terlihat hingga di akhir hayat, di mana kubur mereka berduapun berdampingan di Komplek Ar-Raudhah, Martapura.

Dikisahkan, sutau malam ada beberapa orang mengendap-endap di luar rumah Tuan Guru Semman Mulia, berniat untuk mencuri ayam. Namun tiba-tiba terbukalah pintu rumah beliau, dan merekapun hendak lari. Tuan Guru Semman Mulia justru berkata, “Jangan mengambil yang masih hidup, di dalam rumah sudah kusediakan ayam yang sudah masak. Masuklah kalian semua!”

Ternyata di rumah Tuan Guru Semman Mulia memang sudah menyediakan makanan ayam yang sudah masak. Semua pencuri tadi disuruh makan sampai kenyang dan ketika hendak pulang, semua pencuri tadi masing-masing diberi uang dan dia berkata, “Pakailah uang ini untuk membuka usaha dan bertobatlah!”

Akhirnya semua pencuri tadi bertobat dan masing-masing membuka usaha, dan usaha tersebut semuanya laris, yang membuat para pencuri tadi hidup berkecukupan.

Minggu, 05 Juli 2020

Kehidupan Mbah Moen (Maimun zubair) Dimulai dari Nol Hingga Mendidik Keluarga



KH. Maimun Zubair alias Mbah Moen merupakan seorang ulama yang dilahirkan di daerah Sarang, Rembang, Jawa Tengah pada 90 tahun silam, tepatnya pada 28 Oktober 1928.

Jejaknya mendalami ilmu tentang agama Islam merupakan turunan dari sanga ayah yang juga merupakan ulama besar, yakni almarhum Almaghfur Zubair.

Ayah dari almarhum Mbah Moen adalah murid dari ulama besar Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.

Semasa hidupnya, Mbah Moen berkeseharian mengasuh Pondok Pesantren Al Anwar yang juga lokasinya berada di Sarang, Rembang Jawa Tengah.

Para santri Al-Anwar setelah periode tahun 2000 banyak menyaksikan tentang kehidupan Mbah Maimoen yang sudah lumayan mapan. Tetapi apakah kehidupan beliau tiba-tiba saja mapan?. Tidak, kehidupan beliau terutama dalam kehidupan berkeluarga juga dimulai dengan nol.


Pernah pada suatu malam Idul Fithri, Syaikhona Maimoen Zubair sama sekali tidak mempunyai beras untuk digunakan sebagai zakat fithrah dan bahkan tidak mempunyai uang sedikit pun untuk membeli sekedar untuk jajan Idul Fithri, sedangkan waktu itu putra-putri beliau masih kecil-kecil.


Malam hari raya itu berjalan sampai pertengahan, dengan tetap tanpa ada yang membantu. Setelah pertengahan malam, Syaikhona Maimoen Zubair pun melaksanakan shalat tahajjud. Dalam sholat itu, beliau membaca berulang surat Al-Waqi’ah.


Pertolongan Yang Maha Kuasa seringkali datang pada waktu seseorang sudah sangat terpepet dan seolah-oleh hendak berputus asa.


Dan pertolongan itu pun datang pada waktu yang tepat.


مستهم البأساء والضراء وزلزلوا حتى يقول الرسول والذين آمنوا معه متى نصر الله، ألا إن نصر الله قريب.

Pada saat subuh tiba, ada seseorang yang mengetuk pintu rumah beliau. Orang itu datang dengan membawa beras yang cukup untuk menunaikan zakat fitrah dan juga membawa sesuatu yang bisa digunakan untuk membeli jajan dan kebutuhan untuk Idul Fithri.


Mbah Maimoen juga bercerita bahwa dulu pada tahun enam puluhan, makanan sehari-hari beliau dan keluarga adalah “Sredek”, ketela pohon yang diparut kemudian dikeringkan agar awet. Parutan ketela itu kemudian dimasak kukus, setelah matang kemudian dicampur dengan parutan kelapa.


Saat masih kecil dulu, Wakil Gubernur Jawa Tengah Bapak Taj Yasin Maimoen dan adik beliau Bapak Idror Maimoen sarapan seringkali hanya dengan nasi putih dengan lauk telor setengah matang yang dicampur dengan kecap. Padahal waktu itu sudah memasuki tahun delapan puluhan. Ibunda mengatakan bahwa makanan itu menambah kecerdasan anak.


Gus Taj Yasin Maimoen bercerita bahwa dulu juga ikut membantu ibunda membuat es lilin untuk dijual.


Dari dulu makanan keseharian Mbah Maimoen memang apa adanya, tetapi bila ada tamu orang khusus semisal ulama’ dan pejabat negara, maka beliau akan membeli sate kambing maupun sate ayam sebagai penghormatan atas kunjungan tamu tersebut.


Saat awal pernikahan dulu, Mbah Maimoen juga belum mempunyai bantal untuk tidur.
Begitu pula dengan kendaraan, pertama kali beliau membeli Vespa ereg-ereg. Setelah itu membeli mobil pickup doplak, kemudian kijang hijau daun, kemudian kijang warna putih. Saat beliau mempunyai kijang warna putih, mobil ini juga digunakan untuk mengantar santri yang sakit. Semua adalah kendaraan bekas yang dibeli secara kontan.


Setelah itu beliau sedikit demi sedikit berganti kendaraan mulai dari Katana, BMW, Baleno, Mersi, kemudian Mazda. Setelah itu baru kemudian mempunyai Alphard. Dua kendaraan terakhir ini dibeli baru dengan kontan.
Mobil yang lumayan bagus itu dimiliki beliau setelah beliau sudah mulai berumur sepuh.


Suatu saat ada seorang santri beliau yang sudah berumah tangga berkata kepada beliau: “Mbah, Njenengan itu sudah sepuh. Agar perjalanan njenengan nyaman, maka sudah pantas njenengan memiliki mobil yang nyaman”.


Saat membelikan kendaraan putra-putri beliau yang sudah menikah, beliau biasanya membelikan mobil bekas. Hal itu memberikan pelajaran tentang kesederhanaan. Artinya beliau memberikan modal pertama berupa kendaraan bekas, walaupun setelah itu tetap membuka kesempatan untuk mengembangkan sehingga dimungkinkan bisa membeli mobil baru.


Gus Rojih bercerita bahwa kakek beliau Mbah Maimoen dawuh: “Kowe tak tukokno montor elek-elekan Yo. Nek mbangun omah ojo apik-apik”. (Kamu saya belikan mobil bekas ya, bila kamu membangun rumah, jangan terlalu megah).


Syaikhona Maimoen dulu pernah bekerja dengan membeli padi hasil panen Sarang. Padi kering itu kemudian dibawa ke Pati untuk dijadikan beras. Karena waktu itu di daerah Rembang belum ada penggilingan padi. Setelah menjadi beras, kemudian di jual di toko.


Beliau juga pernah berdagang sapi di pasar hewan Kragan Rembang beberapa waktu. Dan bahkan pernah menjadi kepala pasar Sarang selama sepuluh tahun.
Beliau juga pernah bekerja sebagai kepala TPI tempat pelelangan ikan Sarang Rembang.


Beliau juga pernah menjadi anggota DPRD kabupaten Rembang selama 7 tahun.
Pada tahun tujuh puluhan setelah beliau berumur empat puluh tahun, para santri banyak datang dan meminta menetap. Akhirnya beliau meninggalkan semua ikhtiar mencari rizki dan fokus mengurus pondok pesantren yang dulunya hanya sebuah tanah kosong di depan rumah beliau. Di tanah itu didirikan Musholla kecil dan kamar santri.


Setelah sekitar tujuh tahun setelah itu, beliau diangkat menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah selama tiga periode.


Dan setelah tahun sembilan delapan, Mbah Maimoen sudah tidak menjabat jabatan apa pun di dalam pemerintahan. Yaitu pada saat beliau berumur enam puluh sembilan tahun.


Waktu saya datang ke pondok tahun dua ribu tiga, sampai pada tahun dua ribu sebelas tamu juga tidak terlalu banyak yang sowan ke Yai.


Mulai dua ribu dua tiga belas sampai puncaknya tahun dua ribu sembilan belas, banyak tamu berdatangan mulai dari perseorangan sampai rombongan, dan mulai masyarakat pada umumnya maupun para Syaikh dari dalam dan luar negeri serta para pejabat.


Begitulah, bahwa kehidupan para kekasih ALLOH di dunia dipenuhi oleh perjuangan yang sangat lama, dan ALLOH memberikan sedikit kemenangan di akhir hayatnya dan biasanya tidak terlalu lama agar tidak mengurangi kenikmatan yang disediakan untuk para kekasih ALLOH di akhirat nanti.


وللآخرة خير لك من الأولى.


Pernah suatu ketika Mbah Maimoen dawuh kepada saya saat beliau melihat santri yang semakin banyak dan tamu yang datang terus menerus.


“Piye cong menurutmu?.” (Bagaimana nak menurutmu).


Entah mengapa saat itu saya teringat surat An-Nashr. Saya hanya menjawab:


إذا جاء نصر الله والفتح، ورأيت الناس يدخلون في دين الله أفواجا، فسبح بحمد ربك واستغفره إنه كان توابا

Mendengar jawaban kanthongumur, beliau hanya terdiam dan melihat dengan pandangan yang jauh.


Dalam Al-Qur’an ALLOH selalu menceritakan masa-masa sulit para Nabi terdahulu sebagai pelajaran bahwa kita melihat orang hebat bukan hanya dari segi kesuksesannya saja, namun yang lebih penting kita bisa meniru perjuangannya dan masa-masa sulitnya.


Semoga kita bisa meniru dan meneladani.


النصر من الله، والفتح من الله، من كان في حاجة خير تقضيها له يا الله

Kamis, 02 Juli 2020

Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Habib tanggul)


Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Habib tanggul)
Pengarang Syair YA AHLA BAITIN NABI

Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecil
Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid, dilahirkan di desa Qorbah Ba Karman, Hadramaut, Yaman pada 17 Jumadul Ula tahun 1313 H bertepatan pada tahun 1895 M. Di dalam manakib disebutkan bahwa silsilah dan nasab Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid sampai pada Rasulullah SAW yaitu, dari cucunya Iman Husein bin Ali bin Abi Thalib. Berdasarkan garis keturunan tersebut, Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid termasuk ke dalam golongan sayyid. Pada golongan ini terbagi ke dalam kelompok- kelompok dengan jumlah yang sangat besar jumlah anggotanya. Di dalam tradisi keturunan Arab, setiap golongan dalam pemberian nama pada anaknya diikuti dengan marga dari kakek terdahulunya. Atas nasabnya tersebut, Habib Sholeh menyandang marga al-Hamid. Nasabnya menyambung sampai kepada Muhammad SAW yakni, dari garis keturunan ketiga puluh sembilan.

Habib Sholeh lahir dari keluarga seorang ulama sufi yang juga bekerja sebagai pedagang di Hadramaut. Ayahnya bernama Al Habib Muhsin bin Hamid sedangkan Ibunya bernama Aisyah. Menurut penuturan dari keturunannya saat di Hadramaut, Habib Muhsin kerap didatangi masyarakat Ba Karman untuk meminta barokah doa.Sedangkan Ibunya bernama Aisyah, berasal dari kalangan Al-Amudi dan nasabnya masih tersambung dengan Abu Bakar Asshidiq.

Berikut beberapa pendapat Habaib yang sezaman mengenai kepribadian Habib Sholeh yang termuat dalam Media Aswaja. Mereka mengakui keagungan derajat Habib Sholeh dan kemustajaban doanya.

Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi, Kwitang Jakarta mengatakan:
“Wahai Habib Sholeh engkau adalah orang yang doanya selalu terkabul dan engkau sangat dicintai oleh Tuhanmu dan segala perohonanmu selalu dikabulkan”

Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah, mengatakan:

“Sesungguhnya Habib Sholeh ini adalah seorang habib yang sangat agung kedudukannya dan amat tinggi martabatnya. Dan Dia doanya selalu terkabul dan sangat dicintai serta disegani”

Dari penuturan beberapa Habaib yang sezaman dengan Habib Sholeh menguatkan pendapat para pengikutnya bahwa Dia adalah orang yang sangat arif dan merupakan wali Allah SWT. Sehingga muncul keyakinan dikalangan mereka bahwa doa yang dipanjatkan oleh Habib Sholeh akan dikabulkan karena kedudukan tinggi martabatnya di sisi Allah SWT. Seperti konsep kedudukan yang dipaparkan oleh Soejono Soekanto mengenai ascribed status, merupakan status atau kedudukan yang diperoleh seseorang karena status yang melekat pada garis genealogisnya. Oleh sebab itu Habib Sholeh mendapatkan posisi dalam masyarakat karna dilatarbelakangi oleh genealogisnya yang bersambung dengan Nabi Muhammad SAW.

Riwayat Pendidikan
Habib Sholeh terlahir dari keluarga yang sederhana dan terdidik dalam lingkungan keagamaan yang baik. Sejak masih kecil Dia sudah diberikan bimbingan oleh ayah dan keluarganya. Pendidikannya dimulai dari daerah asalnya, Hadramaut. Pendidikan yang diajarkan oleh Habib Muhsin yakni mulai dari pendidikan dasar Islam, seperti dalam melaksanakan suatu praktik keagamaan dalam beribadah berdasarkan ajaran Rasulullah SAW. Disamping itu Dia juga mengerjakan Ilmu Fiqih dan Ilmu Tasawuf. Dia menimba pendidikan al- Qur’an di bawah bimbingan Asy-Syeikh Said Ba Mudhij di Wadi’ Amd, Hadramaut.

Pendidikan dalam keluarga yang sangat kuat menerapkan prinsip-prinsip keagamaan salaf, telah membentuk pribadi Habib Sholeh sebagai pecinta Ilmu. Sejak saat muda Dia gemar mengunjungi dan menimba ilmu dari da’i para ulama terkemuka. Dalam buku 17 Habaib Paling Berpengaruh di Indonesia Habib Sholeh bertemu beberapa Habaib terkemuka, dimana Dia menggali banyak Ilmu dan bertukar informasi.

Adapun ulama yang sering Dia kunjungi adalah Habib Abdullah bin Muhammad Assegaf (Gresik), Habib Husain Hadi Al Hamid (Mbrani – Probolinggo), Al- Habib Hamid bin Imam Al Habib Muhammad bin Salim as-Sry (Malang), Al Habib Muhammad bin Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Putra dari Habib Ali Kwitang Jakarta). Sikap gemar menyambung silaturahmi kepada para ulama dan auliya inilah yang menjadi salah satu sifat keturunan alawiyyin. Pendidikan yang diajarkan di kalangan alawiyyin berada di dalam lingkungan salaf. Sehingga Dia membentuk karakter yang shaleh dan berakhlak terpuji dalam dirinya. Menurut Weber otoritas keagamaan yang dibangun oleh suatu tokoh didasari atas beberapa aspek yang melegitimasi penguasaan Ilmu agama, serta kharisma yang dimiliki oleh tokoh tersebut.

Pernikahan dan Keturunannya
Sebagian besar para habib dan keturunan Arab lainnya datang ke Indonesia masih berstatus lajang, sehingga kemudian memperistri perempuan lokal. Hal ini sesuai dengan buku karya Van den Berg yang menjelaskan bahwa sebagian besar orang Arab Hadramaut berhijrah ke Nusantara belum berkeluarga, kemudian mereka menetap dan menikah dengan wanita lokal.Adapun wanita yang diketahui menikah dengan Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid, yaitu :

Seorang perempuan lokal bernama Khamsyi’ah , pada saat itu menjadi kembang desa di derah Tempeh Lumajang. Dari pernikahannya dengan wanita tersebut Habib Sholeh dikaruniai tiga anak diantaranya, Habib Abdullah (Alm) , Habib Ali (Alm) dan Syarifah Nur (Alm).
Setelah melanjutkan hidrah ke Tanggul Habib Sholeh menikahi seorang perempuan asli Tanggul bernama Siha, dan diketahui memiliki satu keturunan yaitu, Syarifah Fatimah. Dia sampai saat ini masih hidup dan tinggal di daerah Tanggul.
Habib Sholeh juga menikahi seorang perempuan lainnya asal Tanggul namun tidak diketahui namanya dan pernikahannya tersebut tidak dikaruniai anak.
Habib Sholeh mempersunting perempuan keturunan Arab bermarga Al Habsyi yang berasal dari Banyuwangi.Dia bernama Syarifah Fatimah binti Musthofa Al Habsyi. Atas pernikahnya Dia dikaruniai tiga anak yaitu, Habib Husain (Alm), Habib Ali (Alm), Syarifah Khodijah (masih hidup sampai saat ini).

Dengan pernikahannya ini Habib Sholeh memberikan pendidikan dasar Islam bagi penerus-penerusnya yang diharapkan dapat mendukung pengajaran Islam kelak. Khususnya dalam meneruskan nilai-nilai dakwah Islam yang telah ditanamkan oleh Habib Sholeh. Sehingga nilai- nilai dakwah yang telah disampaikan oleh Habib Sholeh dan para keturunannya bisa dengan mudah diterima masyarakat karena Dia memiliki garis keturunan golongan sayyid yang sangat dihormati. Hal ini merujuk pada konsep tokoh pendakwah sebagai mediator yang menafsirkan pesan Tuhan untuk umat, sehingga peran inilah yang menjadi salah satu sumber otoritas keagamaan yang dimiliki oleh Habib Sholeh yang didasari oleh garis genealogi.Sehingga Dia memperoleh kepercayaan kuat dari masyarakat serta para penduduk menaruh hormat kepadanya.

Karya Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid
Semasa hidup Habib Sholeh terkenal sebagai seorang Sastrawan yang pawai dalam merangkai syair-syair. Hal ini dikuatkan oleh penuturan salah satu keturunan Dia, semasa hidupnya Habib Sholeh gemar melantunkan syair-syair pujian kepada Allah SWT. Kemudian syair-syair tersebut dirangkai oleh salah satu muridnya bernama Uztad Abdullah Zahir. Kumpulan syair- syair tersebut dibukukan, kemudian diberi nama “Diwan Al-Isyqi Was- Shofa Fi mahabbati Al- Habib Al- Musthofa” yang memiliki arti (Antologi Asmara Nan Suci Tentang Cinta Nabi Terkasih Al- Musthofa). Di dalam kitab tersebut termuat sebanyak 105 qasidah yang dicetak menjadi 59 halaman. Dimana pada setiap qosidah terdapat tema pembahasan yang berbeda- beda.

Habib Sholeh mengungkapkan rasa cinta pada Rasulullah, Ahlul Bait serta nasehat-nasehat dalam rangkaian syair arab dalam model Assyi’rul Humaini (semacam puisi rakyat Yaman) dan menggunakan tingkat kebahasaan yang sangat tinggi, bukan sejenis Syair Arab Fusha yang bisa dipelajari menggunakan Ilmu Arudh. Menurut penuturuan keturunan Dia, karya syair Habib Sholeh memilki tingkatan sastra yang sangat tinggi. Beberapa keluarga ataupun ulama sudah mencoba beberapa syair untuk diterjemahkan. Namun mereka mengakui kerumitan dalam proses penggubahannya.

Salah satu qasidah Habib Sholeh yang terkenal dan sering dilantunkan oleh para munsyid yaitu, Qasidah Ya ahla Baitin Nabi. Dalam syair ini, Habib
Sholeh mengungkapkan tentang keutamaan mencintai keluarga Nabi Muhammad SAW.